
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Farmasi Fisika
Ujian Tengah Semester III tahun ajaran 2015/2016
Oleh:
NAMA : Maulina Rizka Rakhmawati
NIM :D1A151105
PARTNER:
Nama/NIM:
Dessy Permata/
Nama/NIM:
Mirna Herawati

UNIVERSITAS
AL GHIFARI BANDUNG
FAKULTAS
MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN
FARMASI
JL.Cisaranten
Kulon no 140 Soekarno-Hatta Bandung
BAB I
TUJUAN PERCOBAAN
1.1.Tujuan
Percobaan
Mengetahui pengaruh pH
terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air.
BAB
II
PENDAHULUAN
Teori
Dasar
Koefisien partisi adalah distribusi
kesetimbangan dari analit antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan
dari perbandingan kadar zat dalam dua fase. Koefisien partisi minyak-air adalah
suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat
melalui membran lemak dan interaksi dengan makromolekul pada reseptor
kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat.
(Alfred,1990).
Koefisien distribusi atau koefisien partisi
didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase
ekstrak dibagi dengan fase berat solute dalam fase rafinat dalam keadaan
kesetimbangan
Koefisien partisi lipida – air suatu obat
adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai
kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat
penting. Teori-teori tentang absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak
terkait dengan teori koefisien partisi (Anonim : 2012).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan
untuk menyatakan keasaman atau kebasahan larutan. Asam lemah adalah asam yang
hanya terionisasi sebagian dalam air dan salah satu contohnya adalah asam
salisilat. Asam salisilat adalah sebuah asam karboksilat yang lebih bersifat
asam dari pada alcohol atau fenol. Sifat faali dari asam karboksilat berbobobt
molekul rendah ialah baunya. Reaksi suatu asam lemah dengan air bersifat
reversible. Kesetimbangan terletak pada sis persamaan, yang energinya lebih
rendah. Sifat struktur apa saja yang menstabilkan anion dibandingkan dengan
asam konjugasinya, akan menambahn kuat asam denga cara menggeser letak
kesetimbangan kea rah sisi H3O+ dan anion (A-).
Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah dan basa lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah
larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau
bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan
absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien
partisi akan bermanfaat dalam hbungannya dengan ekstraksi dan kromatografi
obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka semakin banyak senyawa
dalam pelarut organic. Nilai koefisien partisi suatu senyawa tergantung
pelalrut organic tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air
dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis
dna juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa
obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen aitum
koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika
melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian,
sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami
ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan obat sebagian besar
disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipole momemnnya. Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Aksi pelarut dari
cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut
nonpolar tidak dappat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit
kuat dan lemah, Karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga
tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena
pelarut nonpolar termasuk golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk
jembatan hydrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan
polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1.
Tabung
reaksi 5.
Propipet
2.
Labu takar 10 mL
6.
Kuvet
3.
Pipet
volum 7. Stopwatch
4.
Pipet tetes
3.2 Bahan
1. Larutan dapar
salisilat 0,01 M pH 3, 4 dan 5
2. Aquadest
3. Kloroform
4. NaOH
3.3 Langkah Kerja
1. Percobaan koefisien partisi
a.
Buat
larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3,4,dan,5 dari asam salisilat yang
ditambah natrium hidroksida hingga pH yang dikehendaki.
b.
Ambil
masing-masing larutan 25ml dan dimasukkan dalam tabung percobaan.
c.
Tambahkan
pada larutan tersebut 20ml kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu 37ºC dan diaduk.
d. Setelah kira-kira satu jam tentukan kadar
salisilat dalam fase air pada menit 15,30,dan,45. Kesetimbangan dicapai apabila
beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan (tidak ada penurunan
kadar salisilat pada fase air).
e. Hitung masing-masing koefisien partisinya
pada ketiga macam pH tersebut.
f.
Buat
kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH
2. Cara
penentuan kadar salisilat
a. 2ml
fase air pada percobaan koefisien partisi encerkan hingga 100ml.
b. 2ml
air dari hasil pengenceran tersebut ditambah 1ml larutan besi III klorida 1%
dalam asam nitrat akan menjadi warna
ungu.
c. Resapannya
dibaca pada 525 nm.
d. Tentukan
kadar salisilat dengan menggunakan kurva yang tersedia.
3.4 Hasil Pengamatan
1. Tinggi
endapan.
Menit
|
pH 3
|
pH 4
|
pH 5
|
15´
|
0,8 ml
|
0,6 ml
|
0,5 ml
|
30´
|
0,7 ml
|
0,6 ml
|
0,4 ml
|
45´
|
0,5 ml
|
0,4 ml
|
0,3 ml
|
2. Hasil
titrasi dengan NaOH pada menit ke-15.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
0
|
0,8 ml
|
0,8 ml
|
pH 4
|
0,8 ml
|
1,5 ml
|
0,7 ml
|
pH 5
|
1,5 ml
|
2 ml
|
0,5 ml
|
3. Hasil
titrasi dengan NaOH pada menit ke-30.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
2 ml
|
2,7 ml
|
0,7 ml
|
pH 4
|
2,7 ml
|
3,7 ml
|
1 ml
|
pH 5
|
3,7 ml
|
4,1 ml
|
0,4 ml
|
4. Hasil
Titrasi dengan NaOH pada menit ke-45.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
4,1 ml
|
4,8 ml
|
0,7 ml
|
pH 4
|
4,8 ml
|
5,6 ml
|
0,8 ml
|
pH 5
|
5,6 ml
|
6 ml
|
0,4 ml
|
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Percobaan dalam praktikum ialah mengenai pengaruh
koefisien partisi terhadap pH suatu bahan obat yang bersifat asam lemah.
Seperti yang diketahui bahwa pada umumnya bahan-bahan obat sebagian besarnya
bersifat asam lemah atau basah lemah. Jika dilarutkan dalam air akan membentuk
ion-ion dan ada juga yang tidak terbentuk dalam ion, karena tidak mudah atau
bahkan tidak larut dalam air. Tetapi, beberapa obat yang tidak larut dalam air
tersebut dapat larut dalam lipid. Kelarutan obat tersebut terutama dipengaruhi
oleh pH-nya. Semakin cepat obat tersebut larut dalam tubuh, maka semakin cepat
pula proses absorbsi atau penyerapannya oleh tubuh. Absorbsi obat juga dipengaruhi
oleh koefisien partisi bahan obat tersebut. Koefisien partisi suatu obat
merupakan perbandingan nilai kadar obat dalam fase lipoid terhadap kadar obat
dalam fase air setelah mencapai keseimbangan
Dalam percobaan ini, bahan yang digunakan adalah dapar salisilat, dengan pH
tertentu, yaitu pH3, pH4, dan pH5 yang hendak diketahui koefisien partisinya.
Digunakan larutan dapar salisilat ini karena larutan dapar merupakan larutan
yang dapat mempertahankan pH-nya walaupun ditambahkan sedikit asam, maupun
ditambahkan sedikit basa. Larutan dapar salisilat yang digunakan tersebut
dijadikan sebagai obat dalam fase cair. Penggunaan pH larutan dapar salisilat
dibuat beragam dari pH3 hingga pH5 bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perubahan pH terhadap koefisien partisi asam salisilat, sehingga dalam hal ini
larutan dapar salislat yang harus dibuat beragam.
Cara kerjanya adalah membuat larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4 dan
5, setelah itu ambil dari masing- masing larutan yang dibuat sebanyak 5ml dan
dimasukkan kedalam tabung percobaan, setelah itu ditambahkan klorofom sebanyak
2 ml dan diinkubasi pada suhu 37 C sambil diaduk, setelah setimbang
ditentukan kadar salisilatnya dalam fase air tiap 30 menit kemudian harga
koefisien partisinya dihitung, untuk cara perhitungan kadar asam salisilatnya
adalah dengan mengambil sebanyak 0,4 ml fase air kemudian diencerkan 10 ml dan
diambil 2 ml dari larutan tersebut, setelah itu ditambahkan 2 ml FeCI3 1%
dalam HNO3 (operating timenya selama 5 menit) kemudian dibaca
absorbansinya pada 525 nm, setelah itu ditentukan kadar asm salisilatnya
Karena koefisien partisi merupakan perbandingan kadar obat fase lipoid tehadap
fase airnya, maka perlu dibuat fase lipoid. Dalam percobaan ini, untuk membuat
fase lipoid digunakan kloroform p.a.
pH
|
APC
|
3
|
15,67
|
4
|
12,71
|
5
|
10,28
|
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pH mempengaruhi koefisien partisi suatu bahan obat yang bersifat asam lemah, di mana pH berbanding terbalik terhadap koefisien partisi, di mana semakin besar nilai pH maka semakin kecil nilai koefisien partisinya, begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai pH maka semakin besar koefisien partisinya
Sebaiknya ketersediaan bahan dan peralatan diperbanyak dan disediakan
sebaik-baiknya untuk menunjang proses pembelajaran mahasiswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1995,Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Alfred Martin, dkk.
1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sardjoko. 1987.
Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada.
farmasikhusnakaka.blogspot.co.id/2015/11/koefisienpartisi-a.html
(diakses pada 30 November 2016).