Selasa, 31 Januari 2017

Laporan Koefisien Partisi

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Farmasi Fisika
Ujian Tengah Semester III tahun ajaran 2015/2016
Oleh:
NAMA            : Maulina Rizka Rakhmawati
NIM    :D1A151105
PARTNER:
Nama/NIM: Dessy Permata/
Nama/NIM: Mirna Herawati

UNIVERSITAS AL GHIFARI BANDUNG
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
JL.Cisaranten Kulon no 140 Soekarno-Hatta Bandung


BAB I
TUJUAN PERCOBAAN

1.1.Tujuan Percobaan
Mengetahui pengaruh pH terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut kloroform-air.






















BAB II
PENDAHULUAN

Teori Dasar
Koefisien partisi adalah distribusi kesetimbangan dari analit antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan dari perbandingan kadar zat dalam dua fase. Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makromolekul pada reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat. (Alfred,1990).
Koefisien distribusi atau koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase ekstrak dibagi dengan fase berat solute dalam fase rafinat dalam keadaan
kesetimbangan 
Koefisien partisi lipida – air suatu obat adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat penting. Teori-teori tentang absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak terkait dengan teori koefisien partisi (Anonim : 2012).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan keasaman atau kebasahan larutan. Asam lemah adalah asam yang hanya terionisasi sebagian dalam air dan salah satu contohnya adalah asam salisilat. Asam salisilat adalah sebuah asam karboksilat yang lebih bersifat asam dari pada alcohol atau fenol. Sifat faali dari asam karboksilat berbobobt molekul rendah ialah baunya. Reaksi suatu asam lemah dengan air bersifat reversible. Kesetimbangan terletak pada sis persamaan, yang energinya lebih rendah. Sifat struktur apa saja yang menstabilkan anion dibandingkan dengan asam konjugasinya, akan menambahn kuat asam denga cara menggeser letak kesetimbangan kea rah sisi H3O+ dan anion (A-).
            Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah dan basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
            Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien partisi akan bermanfaat dalam hbungannya dengan ekstraksi dan kromatografi obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka semakin banyak senyawa dalam pelarut organic. Nilai koefisien partisi suatu senyawa tergantung pelalrut organic tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
            Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis dna juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen aitum koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian, sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu.
            Larutan jenuh  adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipole momemnnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Aksi pelarut dari cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut nonpolar tidak dappat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, Karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk jembatan hydrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar.
















BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1.    Tabung reaksi                        5.  Propipet
2.    Labu takar 10 mL                  6.   Kuvet
3.    Pipet volum                            7.  Stopwatch
4.    Pipet tetes 


3.2 Bahan 
1. Larutan dapar salisilat 0,01 M pH 3, 4 dan 5
2. Aquadest
3. Kloroform
4. NaOH
3.3 Langkah Kerja
1. Percobaan koefisien partisi
a.       Buat larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3,4,dan,5 dari asam salisilat yang ditambah natrium hidroksida hingga pH yang dikehendaki.
b.      Ambil masing-masing larutan 25ml dan dimasukkan dalam tabung percobaan.
c.       Tambahkan pada larutan tersebut 20ml kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu 37ºC dan diaduk.
d.      Setelah kira-kira satu jam tentukan kadar salisilat dalam fase air pada menit 15,30,dan,45. Kesetimbangan dicapai apabila beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan (tidak ada penurunan kadar salisilat pada fase air).
e.      Hitung masing-masing koefisien partisinya pada ketiga macam pH tersebut.
f.        Buat kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH
2.      Cara penentuan kadar salisilat
a.      2ml fase air pada percobaan koefisien partisi encerkan hingga 100ml.
b.      2ml air dari hasil pengenceran tersebut ditambah 1ml larutan besi III klorida 1% dalam asam nitrat  akan menjadi warna ungu.
c.       Resapannya dibaca pada 525 nm.
d.      Tentukan kadar salisilat dengan menggunakan kurva yang tersedia.




3.4  Hasil Pengamatan
1.      Tinggi endapan.
Menit
pH 3
pH 4
pH 5
15´
0,8 ml
0,6 ml
0,5 ml
30´
0,7 ml
0,6 ml
0,4 ml
45´
0,5 ml
0,4 ml
0,3 ml

2.      Hasil titrasi dengan NaOH pada menit ke-15.
pH
V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
0
0,8 ml
0,8 ml
pH 4
0,8 ml
1,5 ml
0,7 ml
pH 5
1,5 ml
2 ml
0,5 ml

3.      Hasil titrasi dengan NaOH pada menit ke-30.
pH
V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
2 ml
2,7 ml
0,7 ml
pH 4
2,7 ml
3,7 ml
1 ml
pH 5
3,7 ml
4,1 ml
0,4 ml

4.      Hasil Titrasi dengan NaOH pada menit ke-45.
pH
V awal
V akhir
V terpakai
pH 3
4,1 ml
4,8 ml
0,7 ml
pH 4
4,8 ml
5,6 ml
0,8 ml
pH 5
5,6 ml
6 ml
0,4 ml
















BAB IV
PEMBAHASAN

 Percobaan dalam praktikum ialah mengenai pengaruh koefisien partisi terhadap  pH suatu bahan obat yang bersifat asam lemah. Seperti yang diketahui bahwa pada umumnya bahan-bahan obat sebagian besarnya bersifat asam lemah atau basah lemah. Jika dilarutkan dalam air akan membentuk ion-ion dan ada juga yang tidak terbentuk dalam ion, karena tidak mudah atau bahkan tidak larut dalam air. Tetapi, beberapa obat yang tidak larut dalam air tersebut dapat larut dalam lipid. Kelarutan obat tersebut terutama dipengaruhi oleh pH-nya. Semakin cepat obat tersebut larut dalam tubuh, maka semakin cepat pula proses absorbsi atau penyerapannya oleh tubuh. Absorbsi obat juga dipengaruhi oleh koefisien partisi bahan obat tersebut. Koefisien partisi suatu obat merupakan perbandingan nilai kadar obat dalam fase lipoid terhadap kadar obat dalam fase air setelah mencapai keseimbangan
            Dalam percobaan ini, bahan yang digunakan adalah dapar salisilat, dengan pH tertentu, yaitu pH3, pH4, dan pH5 yang hendak diketahui koefisien partisinya. Digunakan larutan dapar salisilat ini karena larutan dapar merupakan larutan yang dapat mempertahankan pH-nya walaupun ditambahkan sedikit asam, maupun ditambahkan sedikit basa. Larutan dapar salisilat yang digunakan tersebut dijadikan sebagai obat dalam fase cair. Penggunaan pH larutan dapar salisilat dibuat beragam dari pH3 hingga pH5  bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap koefisien partisi asam salisilat, sehingga dalam hal ini larutan dapar salislat yang harus dibuat beragam.
            Cara kerjanya adalah membuat larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4 dan 5, setelah itu ambil dari masing- masing larutan yang dibuat sebanyak 5ml dan dimasukkan kedalam tabung percobaan, setelah itu ditambahkan klorofom sebanyak 2 ml dan diinkubasi pada suhu 37 C sambil diaduk, setelah setimbang ditentukan kadar salisilatnya dalam fase air tiap 30 menit kemudian harga koefisien partisinya dihitung, untuk cara perhitungan kadar asam salisilatnya adalah dengan mengambil sebanyak 0,4 ml fase air kemudian diencerkan 10 ml dan diambil 2 ml dari larutan tersebut, setelah itu ditambahkan 2 ml FeCI3 1% dalam HNO3 (operating timenya selama 5 menit) kemudian dibaca absorbansinya pada 525 nm, setelah itu ditentukan kadar asm salisilatnya
            Karena koefisien partisi merupakan perbandingan kadar obat fase lipoid tehadap fase airnya, maka perlu dibuat fase lipoid. Dalam percobaan ini, untuk membuat fase lipoid digunakan kloroform p.a.

pH
APC
3
15,67
4
12,71
5
10,28



BAB V
KESIMPULAN


Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pH mempengaruhi koefisien partisi suatu bahan obat yang bersifat asam lemah, di mana pH  berbanding terbalik terhadap koefisien partisi, di mana semakin besar nilai pH maka semakin kecil nilai koefisien partisinya, begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai pH maka semakin besar koefisien partisinya
            Sebaiknya ketersediaan bahan  dan peralatan diperbanyak dan disediakan sebaik-baiknya untuk menunjang proses pembelajaran mahasiswa.

 DAFTAR PUSTAKA  
Anonim, 1995,Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Alfred Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sardjoko. 1987. Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada.

farmasikhusnakaka.blogspot.co.id/2015/11/koefisienpartisi-a.html (diakses pada 30 November 2016).

Laporan Kerapatan Zat

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Farmasi Fisika
Ujian Tengah Semester III tahun ajaran 2015/2016
Oleh:
NAMA            : Maulina Rizka Rakhmawati
NIM    :D1A151105
PARTNER:
Nama/NIM: Dessy Permata/
Nama/NIM: Mirna Herawati

UNIVERSITAS AL GHIFARI BANDUNG
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
JL.Cisaranten Kulon no 140 Soekarno-Hatta Bandung


BAB I
TUJUAN PERCOBAAN

1.1.Tujuan Percobaan
·         Menentukan kerapatan dan bobot  jenis bermacam-macam zat.





















BAB II
PENDAHULUAN

 Teori Dasar
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive, dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat (Martin, A., 1993).
Hubungan antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik “pemadatan” (“Packing Characteristic”). Dalam sistem matriks kerapatan diukur dengan gram/milimeter (untuk cairan) atau gram/cm2 (Martin, A., 1993).
Kerapatan dan berat jenis. Ahli farmasi sering kali mempergunakan besaran pengukuran ini apabila mengadakan perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan besaran karena menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah massa per satuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik (gram/cm3) (Martin, A., 1993).
Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi; yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah berat jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah; akan lebih cocok apabila dikatakan sebagai kerapatan relatif (Martin, A., 1993).
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama pada suhu 4o atau temperatur lain yang tertentu. Notasi berikut sering ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25o/25o, 25o/4o, dan 4o/4o. Angka yang pertama menunjukkan temperatur udara di mana zat ditimbang; angka di bawah garis miring menunjukkan temperatur air yang dipakai. Buku-buku farmasi resmi menggunakan patokan 25o/25o untuk menyatakan berat jenis (Martin, A., 1993).
Berat jenis dapat ditentukan dengan menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan alat-alat lain. Pengukuran dan perhitungan didiskusikan di buku kimia dasar, fisika dan farmasi (Martin, A., 1993).
Rapatan diperoleh dengan membagi massa suatu obyek dengan volumenya.
Suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat-sifat ekstensif. Suatu sifat tergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif. Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan volume, adalah sifat intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti (Petrucci, R. H., 1985).

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1  Alat
1. neraca Elektronik
6. Tissue
2.      2.Piknometer dilengkapi thermometer
7. Kompor listrik
3.      3. Pipet tetes
8. Cawan porselen
4.      4. Labu takar
5.      5. Pinset


3.2  Bahan
1.      Air
2.      Es batu
3.      Zat cair : Kloroform
4.      Zat padat : peluru
5.      Aceton
3.3  Langkah Kerja
1.      Timbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama.
2.      Isi piknometer dengan air hingga penuh,lalu direndam dengan air es sehingga suhunya dibawah suhu percobaan.
3.      Piknometer ditutup,pipa kapilernya dibiarkan terbuka dan suhu airnya dibiarkan naik sampai mencapai suhu percobaan,lalu pipa kapiler piknometer ditutup
4.                  Biarkan suhu dalam piknometer mencapai suhu kamar yang menempel diusap dan ditimbang dengan seksama.
5.      Lihat dalam tabel,berapa kerapatan air pada suhu percobaan yang digunakan untuk menghitung volume air = volume piknometer.

3.4  Hasil Pengamatan dan Perhitungan

A.                  Bobot Piknometer + air          = 22,3 gr
            Bobot piknometer kosong      = 12    gr –
Bobot air                                 = 10,3 gr



 air
 10 ml = 10,3 gr                                  
              

 =

B.                  Kerapatan zat cair
1.             Etanol (alkohol 70%)
          Piknmeter  isi              = 20,6 gr
          Piknometer  kosong    = 12     gr –
                                                 8,6    gr

10ml =
b ml =  =

2.            Aseton
    Piknometer + isi       = 19,4 gr
    Piknometer kosong  = 12    gr –
                                         7,4 gr
10ml =
  = 

 b =

3.            Kloroform
         Bobot piknometer isi              = 27,1 gr
         Bobot piknometer kosong      = 12    gr –
                                                            15,1 gr

  10ml =
  
b ml =  = 


C.                 Kerapatan zat padat

 

                                                      = 0,366 gr/































   BAB IV
PEMBAHASAN
Pratikum kali membahas mengenai kerapatan dan bobot jenis suatu zat. Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama (biasanya pada suhu 25°C). Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bobot jenis membandingkan massa jenis zat dengan massa jenis air,sedangkan kerapatan membandingkan massa zat dengan volume zat tersebut. Hal ini merupakan perbedaan dari bobot jenis dan kerapatan zat. Air digunakan sebagai standar untuk penentuan kerapatan dan bobot jenis zat cair dan zat padat. Berdasarkan rumus yang ada, bobot jenis dan kerapatan mempunyai nilai yang hampir sama, hanya berbeda pada adanya satuan atau tidak.
Bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu air, etanol 70%, aseton, kloroform, paraffin, gotri, dan cera alba. Kerapatan dan bobot jenis suatu zat atau cairan dalam bidang farmasi digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula untuk mengetahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat, dan juga dapat mempermudah dalam pembuatan formulasi obat karena dengan mengetahui bobot jenis suatu zat dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu zat dapat bercampur atau tidak dengan zat lain.
Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah dengan piknometer. Piknometer digunakan untuk mencari bobot jenis. Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas antara 10ml-50ml. Piknometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest terlebih dahulu untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, kemudian dibilas dengan alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan bersifat antiseptikum, jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudian dikeringkan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer pada bobot sesungguhnya. Pengeringan piknometer tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan pemanasan, karena piknometer dapat  memuai dan nantinya dapat mempengaruhi pada saat penimbangan piknometer dan akan berpengaruh pula pada data percobaan dan hasil perhitungan bobot jenis. Piknometer ditimbang kemudian, pada timbangan analitik dalam keadaan kosong, setelah ditimbang dalam keadaan kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel mulai dengan aquadest, sebagai pembanding kemudian nantinya dengan sampel yang lain. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan tissue, agar tidak ada bahan-bahan lain yang menempel pada piknometer yang dapat mengganggu perhitungan.
Penggunaan piknometer untuk menentukan bobot jenis memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dalam pengerjaan, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, karena kita harus menurunkan dan menaikkan suhu percobaan sesuai dengan prosedur agar dapat memperoleh hasil yang tepat. Percobaan dilakukan pada suhu percobaan adalah 25°C. Berdasarkan prosedur percobaan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi IV, suhu percobaan harus diturunkan sampai 20°C, kemudian dinaikkan lagi sampai 25°C dan 27°C, tetapi pada percobaan ini, suhu hanya diturunkan sampai 23°C, karena jika diturunkan samapi suhu 20°C sesuai yang tertera di FI IV, waktu untuk menaikkan suhu ke suhu percobaan akan lebih lama.
Pengujian pada praktikum menghasilkan data bobot jenis aseton lebih kecil daripada etanol 70%. Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bobot jenis etanol 70% adalah 0,812-0,816, sedangkan pada aseton 0,789. Pengujian Air es menunjukan bobot jenis yang besar bila dibandingkan dengan bobot jenis air dalam suhu normal. Faktor yang mempengaruhi yaitu sifat dari anomaly air sendiri, yaitu ketika suhu air diturunkan maka air tersebut akan membentuk es yang berarti memiliki kerapatan yang lebih besar sehingga bobot jenisnya juga lebih besar daripada bobot jenis air pada suhu normal. Bobot jenis zat padat seperti paraffin dan cera adalah < 1, namun hasilnya menunjukan adanya penyimpangan data dengan literatur. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain :
1.    Adanya Kontaminasi
Jika ada kontaminan yang masuk maka akan mempengaruhi hasil perhitungan kerapatan dan bobot jenis yang di dapat. Jika semakin banyak kontaminan yang ada pada bahan percobaan maka penyimpangan yang di hasilkan akan semakin besar.
2.    Kemurnian Zat
Kemurnian zat yang akan diuji akan berkurang jika ada bahan lain yang ikut masuk ke dalam zat yang akan di uji. Proses membersihkan piknometer harus diperhatikan apakah sudah benar-benar kering atau belum, jika masih terdapat air maka akan mempengaruhi kemurniaan zat yang di uji, kemurnian zat akan berkurang dengan adanya campuran air, semakin banyak air yang tertinggal pada piknometer maka akan banyak pula yang ikut tercampur pada zat yang di uji dan kemurnian zat uji akan semakin berkurang.
3.    Suhu percobaan
Piknometer ditimbang pada suhu 27°C di harapkan setelah penurunan suhu, lalu di naikkan pada suhu 27° embun-embun sisa penurunan suhu sudah tidak ada, jika masih ada sisa-sisa embun akan berpengaruh pada hasil penimbangan, semakin banyak embun yang tertinggal maka penyimpangan hasil penimbangan dan hasil perhitungan bobot jenis juga akan semakin besar.
4.    Penimbangan
Timbangan yang digunakan selama percobaan harus selalu sama dan tidak boleh di ganti-ganti agar tidak menimbulkan penyimpangan pada hasil percobaan, karena mungkin saja tiap timbangan akan menghasilkan angka yang berbeda-beda walaupun hanya selisih sedikit tapi nantinya akan berpenagruh pada hasil perhitungan.

5.    Cara pengerjaan
Tekanan yang diberikan pada saat pemasangan termometer pada piknometer akan berpengaruh terhapad hasil perhitungan. Jika tekanan yang diberikan semakin besar maka akan banyak zat yang keluar dari  piknometer. Semakin banyak zat yang tumpah maka akan membuat penyimpanagn semakin besar. Kesalahan yang dilakukan praktikan seperti tidak sengaja memegang piknometer.
6.    Kebersihan
Piknometer yang terlalu banyak dipegang dengan tangan akan meningggalkan residu seperti lemak menempel, sebaiknya piknometer dipegang dengan tissue.




































BAB V
KESIMPULAN

  Setelah melakukan percobaan ini didapatkan hasil :
-   Volume piknometer pada suhu percobaan  adalah  24,8288 mL
-   Kerapatan dan berat jenis zat cair
·         Etanol 70%
                        ρ Alkohol 70%                 =    0,8997 gram/mL
                         BJ =  0,9034
·         Aseton
                       ρ Aseton                      =  0,7874 gram/mL
                         BJ =  0, 7905
·         Air es
                        ρ air es                      =  0,9992 gram/mL
            BJ=   1,0032
Terdapat penyimpangan hasil dalam percobaan ini. Faktor-Faktor yang dapat menyebabkan penyimpangan yaitu:
1.         Adanya kontaminan
2.         Kemurnian zat
3.         Suhu
4.         Proses penyimpangan
5.         Cara pengerjaan (tekanan yang diberikan saat pemasangan termometer)
6.         Kebersihan

DAFTAR PUSTAKA
            Depkes RI. 1995.Farmakope Indonesia edisiIV. Departemen Kesehatan Republik                         Indonesia : Jakarta.
            Martin, A. 1990. Farmasi Fisika. Indonesia University Press : Jakarta
            Lachman, L., dkk., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Edisi III,diterjemahkan            oleh         Siti suyatmi, UI Press, Jakarta