Batuk adalah suatu proses alami yang penting untuk menjaga agar tenggorokan dan saluran pernafasan senantiasa bersih.
Batuk dibagi menjadi 2,yaitu :
1. Batuk berdahak (batuk produktif)
adalah salah satu jenis batuk yang ditandai dengan gejala dada terasa berderik atau penuh. Pada batuk produktif,dada terasa penuh dengan dahak/lendir dan sesak nafas sehingga seringkali membuat individu merasa sangat tidak nyaman. Gejala batuk produktif biasanya semakin timbul pada saat bangun tidur dan sewaktu bicara. Batuk produktif adakalanya timbul didahului gejala sakit tenggorokan,hidung tersumbat,atau kongestis sinus. Batuk berdahak yang berat mungkin menandakan suatu penyakit serius yang perlu mendapat penanganan medis.
2. Batuk kering ( Batuk non produktif)
Menyebabkan iritasi sehingga menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Dibandingkan dengan batuk produktif,pasien yang mengalami batuk kering seringkali merasa baik-baik saja,hanya terganggu dengan gejala batuk,tanpa disertai keluhan lainnya seperti rasa penuh dahak didalam dada dan gangguan nafas,tetapi lama kelamaan batuk kering ini dapat menyebabkan suara serak atau hilang.
Farmasi
Rabu, 01 Februari 2017
Selasa, 31 Januari 2017
Laporan Koefisien Partisi

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Farmasi Fisika
Ujian Tengah Semester III tahun ajaran 2015/2016
Oleh:
NAMA : Maulina Rizka Rakhmawati
NIM :D1A151105
PARTNER:
Nama/NIM:
Dessy Permata/
Nama/NIM:
Mirna Herawati

UNIVERSITAS
AL GHIFARI BANDUNG
FAKULTAS
MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN
FARMASI
JL.Cisaranten
Kulon no 140 Soekarno-Hatta Bandung
BAB I
TUJUAN PERCOBAAN
1.1.Tujuan
Percobaan
Mengetahui pengaruh pH
terhadap koefisien partisi obat yang bersifat asam lemah dalam campuran pelarut
kloroform-air.
BAB
II
PENDAHULUAN
Teori
Dasar
Koefisien partisi adalah distribusi
kesetimbangan dari analit antara fasa sampel dan fasa gas, dan kesetimbangan
dari perbandingan kadar zat dalam dua fase. Koefisien partisi minyak-air adalah
suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat. Lewatnya obat
melalui membran lemak dan interaksi dengan makromolekul pada reseptor
kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat.
(Alfred,1990).
Koefisien distribusi atau koefisien partisi
didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase
ekstrak dibagi dengan fase berat solute dalam fase rafinat dalam keadaan
kesetimbangan
Koefisien partisi lipida – air suatu obat
adalah perbandingan kadar obat dalam fase lipoid dan fase air setelah dicapai
kesetimbangan. Peranan koefisien partisi obat dalam bidang farmasi sangat
penting. Teori-teori tentang absorbs, ekstraksi, dan kromatografi banyak
terkait dengan teori koefisien partisi (Anonim : 2012).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan
untuk menyatakan keasaman atau kebasahan larutan. Asam lemah adalah asam yang
hanya terionisasi sebagian dalam air dan salah satu contohnya adalah asam
salisilat. Asam salisilat adalah sebuah asam karboksilat yang lebih bersifat
asam dari pada alcohol atau fenol. Sifat faali dari asam karboksilat berbobobt
molekul rendah ialah baunya. Reaksi suatu asam lemah dengan air bersifat
reversible. Kesetimbangan terletak pada sis persamaan, yang energinya lebih
rendah. Sifat struktur apa saja yang menstabilkan anion dibandingkan dengan
asam konjugasinya, akan menambahn kuat asam denga cara menggeser letak
kesetimbangan kea rah sisi H3O+ dan anion (A-).
Pada umumnya, obat-obat bersifat asam lemah dan basa lemah. Jika obat tersebut
dilarutkan dalam air, sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang
terionkan tergantung pH larutannya. Obat-obat yang tidak terionkan lebih mudah
larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion kelarutannya kecil atau
bahkan praktis tidak larut, dengan demikian pengaruh pH terhadap kecepatan
absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah sangat besar.
Adanya pemahaman tentang koefisien partisi dan pengaruh pH pada koefisien
partisi akan bermanfaat dalam hbungannya dengan ekstraksi dan kromatografi
obat. Semakin besar nilai koefisien partisinya maka semakin banyak senyawa
dalam pelarut organic. Nilai koefisien partisi suatu senyawa tergantung
pelalrut organic tertentu yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air
dan n-oktanol, karena n-oktanol dalam banyak hal menyerupai membrane biologis
dna juga merupakan model yang baik pada kromatografi fase terbalik. Beberapa
obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi. Oleh Karen aitum
koefisien partisi obat-obat ini pada pH tertentu sulit diprediksi terlebih jika
melibatkan lebih dari 1 gugus yang mengalami ionisasi. Meskipun demikian,
sering kali, salah satu gugus dalam satu molekul obat lebih mudah mengalami
ionisasi daripada gugus yang lain pada pH tertentu.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan obat sebagian besar
disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu oleh dipole momemnnya. Pelarut
polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lain. Aksi pelarut dari
cairan non polar, seperti hidrokarbon, berbeda dengan zat polar. Pelarut
nonpolar tidak dappat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit
kuat dan lemah, Karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga
tidak dapat memecah ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena
pelarut nonpolar termasuk golongan pelarut aprotik, dan tidak dapat membentuk
jembatan hydrogen dengan nonelektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionic dan
polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1.
Tabung
reaksi 5.
Propipet
2.
Labu takar 10 mL
6.
Kuvet
3.
Pipet
volum 7. Stopwatch
4.
Pipet tetes
3.2 Bahan
1. Larutan dapar
salisilat 0,01 M pH 3, 4 dan 5
2. Aquadest
3. Kloroform
4. NaOH
3.3 Langkah Kerja
1. Percobaan koefisien partisi
a.
Buat
larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3,4,dan,5 dari asam salisilat yang
ditambah natrium hidroksida hingga pH yang dikehendaki.
b.
Ambil
masing-masing larutan 25ml dan dimasukkan dalam tabung percobaan.
c.
Tambahkan
pada larutan tersebut 20ml kloroform p.a lalu diinkubasi pada suhu 37ºC dan diaduk.
d. Setelah kira-kira satu jam tentukan kadar
salisilat dalam fase air pada menit 15,30,dan,45. Kesetimbangan dicapai apabila
beberapa kali penentuan kadar tersebut hasilnya sudah konstan (tidak ada penurunan
kadar salisilat pada fase air).
e. Hitung masing-masing koefisien partisinya
pada ketiga macam pH tersebut.
f.
Buat
kurva hubungan antara APC sebagai fungsi pH
2. Cara
penentuan kadar salisilat
a. 2ml
fase air pada percobaan koefisien partisi encerkan hingga 100ml.
b. 2ml
air dari hasil pengenceran tersebut ditambah 1ml larutan besi III klorida 1%
dalam asam nitrat akan menjadi warna
ungu.
c. Resapannya
dibaca pada 525 nm.
d. Tentukan
kadar salisilat dengan menggunakan kurva yang tersedia.
3.4 Hasil Pengamatan
1. Tinggi
endapan.
Menit
|
pH 3
|
pH 4
|
pH 5
|
15´
|
0,8 ml
|
0,6 ml
|
0,5 ml
|
30´
|
0,7 ml
|
0,6 ml
|
0,4 ml
|
45´
|
0,5 ml
|
0,4 ml
|
0,3 ml
|
2. Hasil
titrasi dengan NaOH pada menit ke-15.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
0
|
0,8 ml
|
0,8 ml
|
pH 4
|
0,8 ml
|
1,5 ml
|
0,7 ml
|
pH 5
|
1,5 ml
|
2 ml
|
0,5 ml
|
3. Hasil
titrasi dengan NaOH pada menit ke-30.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
2 ml
|
2,7 ml
|
0,7 ml
|
pH 4
|
2,7 ml
|
3,7 ml
|
1 ml
|
pH 5
|
3,7 ml
|
4,1 ml
|
0,4 ml
|
4. Hasil
Titrasi dengan NaOH pada menit ke-45.
pH
|
V awal
|
V akhir
|
V terpakai
|
pH 3
|
4,1 ml
|
4,8 ml
|
0,7 ml
|
pH 4
|
4,8 ml
|
5,6 ml
|
0,8 ml
|
pH 5
|
5,6 ml
|
6 ml
|
0,4 ml
|
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Percobaan dalam praktikum ialah mengenai pengaruh
koefisien partisi terhadap pH suatu bahan obat yang bersifat asam lemah.
Seperti yang diketahui bahwa pada umumnya bahan-bahan obat sebagian besarnya
bersifat asam lemah atau basah lemah. Jika dilarutkan dalam air akan membentuk
ion-ion dan ada juga yang tidak terbentuk dalam ion, karena tidak mudah atau
bahkan tidak larut dalam air. Tetapi, beberapa obat yang tidak larut dalam air
tersebut dapat larut dalam lipid. Kelarutan obat tersebut terutama dipengaruhi
oleh pH-nya. Semakin cepat obat tersebut larut dalam tubuh, maka semakin cepat
pula proses absorbsi atau penyerapannya oleh tubuh. Absorbsi obat juga dipengaruhi
oleh koefisien partisi bahan obat tersebut. Koefisien partisi suatu obat
merupakan perbandingan nilai kadar obat dalam fase lipoid terhadap kadar obat
dalam fase air setelah mencapai keseimbangan
Dalam percobaan ini, bahan yang digunakan adalah dapar salisilat, dengan pH
tertentu, yaitu pH3, pH4, dan pH5 yang hendak diketahui koefisien partisinya.
Digunakan larutan dapar salisilat ini karena larutan dapar merupakan larutan
yang dapat mempertahankan pH-nya walaupun ditambahkan sedikit asam, maupun
ditambahkan sedikit basa. Larutan dapar salisilat yang digunakan tersebut
dijadikan sebagai obat dalam fase cair. Penggunaan pH larutan dapar salisilat
dibuat beragam dari pH3 hingga pH5 bertujuan untuk mengetahui pengaruh
perubahan pH terhadap koefisien partisi asam salisilat, sehingga dalam hal ini
larutan dapar salislat yang harus dibuat beragam.
Cara kerjanya adalah membuat larutan dapar salisilat 0,01 M dengan pH 3, 4 dan
5, setelah itu ambil dari masing- masing larutan yang dibuat sebanyak 5ml dan
dimasukkan kedalam tabung percobaan, setelah itu ditambahkan klorofom sebanyak
2 ml dan diinkubasi pada suhu 37 C sambil diaduk, setelah setimbang
ditentukan kadar salisilatnya dalam fase air tiap 30 menit kemudian harga
koefisien partisinya dihitung, untuk cara perhitungan kadar asam salisilatnya
adalah dengan mengambil sebanyak 0,4 ml fase air kemudian diencerkan 10 ml dan
diambil 2 ml dari larutan tersebut, setelah itu ditambahkan 2 ml FeCI3 1%
dalam HNO3 (operating timenya selama 5 menit) kemudian dibaca
absorbansinya pada 525 nm, setelah itu ditentukan kadar asm salisilatnya
Karena koefisien partisi merupakan perbandingan kadar obat fase lipoid tehadap
fase airnya, maka perlu dibuat fase lipoid. Dalam percobaan ini, untuk membuat
fase lipoid digunakan kloroform p.a.
pH
|
APC
|
3
|
15,67
|
4
|
12,71
|
5
|
10,28
|
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pH mempengaruhi koefisien partisi suatu bahan obat yang bersifat asam lemah, di mana pH berbanding terbalik terhadap koefisien partisi, di mana semakin besar nilai pH maka semakin kecil nilai koefisien partisinya, begitupun sebaliknya, semakin kecil nilai pH maka semakin besar koefisien partisinya
Sebaiknya ketersediaan bahan dan peralatan diperbanyak dan disediakan
sebaik-baiknya untuk menunjang proses pembelajaran mahasiswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1995,Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Alfred Martin, dkk.
1990. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sardjoko. 1987.
Pedoman kuliah rancangan obat. Yogyakarta: PAU Bioteknologi Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada.
farmasikhusnakaka.blogspot.co.id/2015/11/koefisienpartisi-a.html
(diakses pada 30 November 2016).
Laporan Kerapatan Zat

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum Farmasi Fisika
Ujian Tengah Semester III tahun ajaran 2015/2016
Oleh:
NAMA : Maulina Rizka Rakhmawati
NIM :D1A151105
PARTNER:
Nama/NIM:
Dessy Permata/
Nama/NIM:
Mirna Herawati

UNIVERSITAS
AL GHIFARI BANDUNG
FAKULTAS
MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN
FARMASI
JL.Cisaranten
Kulon no 140 Soekarno-Hatta Bandung
BAB I
TUJUAN PERCOBAAN
1.1.Tujuan
Percobaan
·
Menentukan kerapatan dan bobot jenis bermacam-macam zat.
BAB
II
PENDAHULUAN
Teori
Dasar
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu
zat pada temperatur tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang
paling sederhana dan sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling
definitive, dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat
(Martin, A., 1993).
Hubungan antara massa dan volume tidak hanya
menunjukan ukuran dan bobot molekul suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang
mempengaruhi sifat karakteristik “pemadatan” (“Packing Characteristic”).
Dalam sistem matriks kerapatan diukur dengan gram/milimeter (untuk cairan) atau
gram/cm2 (Martin, A., 1993).
Kerapatan dan berat jenis. Ahli
farmasi sering kali mempergunakan besaran pengukuran ini apabila mengadakan
perubahan antara massa dan volume. Kerapatan adalah turunan besaran karena
menyangkut satuan massa dan volume. Batasannya adalah massa per satuan volume
pada temperatur dan tekanan tertentu, dan dinyatakan dalam sistem cgs dalam
gram per sentimeter kubik (gram/cm3) (Martin, A., 1993).
Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah
bilangan murni tanpa dimensi; yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan
menggunakan rumus yang cocok. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan
kerapatan dari suatu zat terhadap kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan
pada temperatur yang sama, jika tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah
berat jenis, dilihat dari definisinya, sangat lemah; akan lebih cocok apabila
dikatakan sebagai kerapatan relatif (Martin, A., 1993).
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih
sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa
sejumlah volume air yang sama pada suhu 4o atau temperatur lain yang tertentu.
Notasi berikut sering ditemukan dalam pembacaan berat jenis: 25o/25o,
25o/4o, dan 4o/4o. Angka yang
pertama menunjukkan temperatur udara di mana zat ditimbang; angka di bawah
garis miring menunjukkan temperatur air yang dipakai. Buku-buku farmasi resmi
menggunakan patokan 25o/25o untuk menyatakan berat
jenis (Martin, A., 1993).
Berat jenis dapat ditentukan dengan
menggunakan berbagai tipe piknometer, neraca Mohr-Westphal, hidrometer dan
alat-alat lain. Pengukuran dan perhitungan didiskusikan di buku kimia dasar,
fisika dan farmasi (Martin, A., 1993).
Rapatan diperoleh dengan membagi massa suatu
obyek dengan volumenya.
Suatu sifat yang besarnya tergantung pada
jumlah bahan yang sedang diselidiki disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun
volume adalah sifat-sifat ekstensif. Suatu sifat tergantung pada jumlah bahan
adalah sifat intensif. Rapatan yang merupakan perbandingan antara massa dan
volume, adalah sifat intensif. Sifat-sifat intensif umumnya dipilih oleh para
ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak tergantung pada jumlah bahan yang
sedang diteliti (Petrucci, R. H., 1985).
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1. neraca Elektronik
|
6. Tissue
|
2. 2.Piknometer dilengkapi
thermometer
|
7. Kompor listrik
|
3. 3. Pipet tetes
|
8. Cawan porselen
|
4. 4. Labu takar
5. 5. Pinset
|
3.2 Bahan
1. Air
2. Es batu
3. Zat cair : Kloroform
4. Zat padat : peluru
5. Aceton
3.3 Langkah Kerja
1. Timbang piknometer yang bersih dan kering
dengan seksama.
2. Isi piknometer dengan air hingga penuh,lalu
direndam dengan air es sehingga suhunya dibawah suhu percobaan.
3. Piknometer ditutup,pipa kapilernya dibiarkan
terbuka dan suhu airnya dibiarkan naik sampai mencapai suhu percobaan,lalu pipa
kapiler piknometer ditutup
4.
Biarkan
suhu dalam piknometer mencapai suhu kamar yang menempel diusap dan ditimbang
dengan seksama.
5. Lihat dalam tabel,berapa kerapatan air pada
suhu percobaan yang digunakan untuk menghitung volume air = volume piknometer.
3.4 Hasil
Pengamatan dan Perhitungan
A.
Bobot
Piknometer + air = 22,3
gr
Bobot piknometer kosong = 12
gr –
Bobot air = 10,3
gr

10 ml =
10,3 gr



B.
Kerapatan
zat cair
1.
Etanol (alkohol 70%)
Piknmeter isi = 20,6 gr
Piknometer kosong
= 12 gr –
8,6 gr
10ml = 

b
ml =
= 


2.
Aseton
Piknometer + isi = 19,4 gr
Piknometer kosong = 12 gr –
7,4 gr
10ml = 



b = 

3.
Kloroform
Bobot piknometer isi = 27,1 gr
Bobot piknometer kosong = 12
gr –
15,1 gr
10ml = 


b ml =
=


C.
Kerapatan zat padat


= 0,366 gr/

BAB IV
PEMBAHASAN
Pratikum kali membahas
mengenai kerapatan dan bobot jenis suatu zat. Bobot jenis suatu zat adalah
perbandingan bobot zat terhadap air volume sama yang ditimbang di udara pada
suhu yang sama (biasanya pada suhu 25°C).
Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa bobot
jenis membandingkan massa jenis zat dengan massa jenis air,sedangkan
kerapatan membandingkan massa zat dengan volume zat tersebut. Hal
ini merupakan perbedaan dari bobot jenis dan kerapatan zat. Air digunakan sebagai standar untuk penentuan kerapatan dan bobot jenis zat cair dan zat padat. Berdasarkan rumus yang
ada, bobot
jenis dan kerapatan mempunyai nilai yang hampir sama, hanya berbeda pada adanya
satuan atau tidak.
Bahan yang digunakan
dalam praktikum yaitu air, etanol 70%, aseton, kloroform, paraffin, gotri, dan
cera alba. Kerapatan dan bobot jenis suatu zat atau cairan dalam
bidang farmasi digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam
menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan kemurnian dari
senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat pula untuk mengetahui
tingkat kelarutan/daya larut suatu zat, dan juga dapat
mempermudah dalam pembuatan formulasi obat karena dengan mengetahui
bobot jenis suatu zat dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu zat dapat
bercampur atau tidak dengan zat lain.
Alat yang digunakan dalam pengujian ini
adalah dengan piknometer. Piknometer digunakan untuk mencari bobot jenis.
Piknometer biasanya terbuat dari kaca untuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas
antara 10ml-50ml. Piknometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest terlebih
dahulu untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, kemudian dibilas dengan
alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan
dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian
meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat
mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga
mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas
memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan
bersifat antiseptikum, jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan
baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudian dikeringkan, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer pada bobot
sesungguhnya. Pengeringan piknometer tidak boleh
dikeringkan dengan menggunakan pemanasan, karena piknometer
dapat memuai dan nantinya dapat mempengaruhi pada saat penimbangan
piknometer dan akan berpengaruh pula pada data percobaan dan hasil perhitungan
bobot jenis. Piknometer
ditimbang kemudian, pada timbangan analitik dalam keadaan kosong,
setelah ditimbang dalam keadaan kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel
mulai dengan aquadest, sebagai pembanding kemudian nantinya dengan sampel yang
lain. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan tissue, agar tidak ada bahan-bahan lain yang menempel pada
piknometer yang
dapat mengganggu perhitungan.
Penggunaan piknometer
untuk menentukan bobot jenis memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dalam
pengerjaan, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, karena kita harus
menurunkan dan menaikkan suhu percobaan sesuai dengan prosedur agar dapat
memperoleh hasil yang tepat. Percobaan dilakukan pada suhu
percobaan adalah 25°C.
Berdasarkan prosedur percobaan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi
IV, suhu percobaan harus diturunkan sampai 20°C, kemudian dinaikkan lagi sampai 25°C dan 27°C,
tetapi pada percobaan ini, suhu hanya diturunkan sampai 23°C, karena jika diturunkan samapi suhu 20°C sesuai yang tertera di FI IV,
waktu untuk menaikkan suhu ke suhu percobaan akan lebih lama.
Pengujian pada praktikum menghasilkan data
bobot jenis aseton lebih kecil daripada etanol 70%. Hal ini sesuai dengan
literature yang menyebutkan bobot jenis etanol 70% adalah 0,812-0,816,
sedangkan pada aseton 0,789. Pengujian Air es menunjukan bobot jenis yang besar
bila dibandingkan dengan bobot jenis air dalam suhu normal. Faktor yang
mempengaruhi yaitu sifat dari anomaly air sendiri, yaitu ketika suhu air
diturunkan maka air tersebut akan membentuk es yang berarti memiliki kerapatan
yang lebih besar sehingga bobot jenisnya juga lebih besar daripada bobot jenis
air pada suhu normal. Bobot jenis zat padat seperti paraffin dan cera adalah
< 1, namun hasilnya menunjukan adanya penyimpangan data dengan
literatur. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena beberapa faktor,
antara lain :
1. Adanya
Kontaminasi
Jika ada kontaminan yang
masuk maka akan mempengaruhi hasil perhitungan kerapatan dan bobot jenis yang
di dapat. Jika semakin banyak kontaminan yang ada pada bahan percobaan maka
penyimpangan yang di hasilkan akan semakin besar.
2. Kemurnian
Zat
Kemurnian zat yang akan
diuji akan berkurang jika ada bahan lain yang ikut masuk ke dalam zat yang akan
di uji. Proses membersihkan piknometer harus diperhatikan apakah sudah benar-benar kering atau belum, jika
masih terdapat air maka akan mempengaruhi kemurniaan zat yang di
uji, kemurnian zat akan berkurang dengan adanya campuran air, semakin
banyak air yang tertinggal pada piknometer maka akan banyak pula yang ikut
tercampur pada zat yang di uji dan kemurnian zat uji akan semakin berkurang.
3. Suhu
percobaan
Piknometer
ditimbang pada suhu 27°C di harapkan setelah penurunan suhu, lalu di
naikkan pada suhu 27° embun-embun sisa penurunan suhu sudah tidak
ada, jika masih ada sisa-sisa embun akan berpengaruh pada hasil
penimbangan, semakin banyak embun yang tertinggal maka penyimpangan hasil
penimbangan dan hasil perhitungan bobot jenis juga akan semakin besar.
4. Penimbangan
Timbangan
yang digunakan selama percobaan harus selalu sama dan tidak boleh di
ganti-ganti agar tidak menimbulkan penyimpangan pada hasil percobaan, karena
mungkin saja tiap timbangan akan menghasilkan angka yang berbeda-beda walaupun
hanya selisih sedikit tapi nantinya akan berpenagruh pada hasil perhitungan.
5. Cara
pengerjaan
Tekanan
yang diberikan pada saat pemasangan termometer pada piknometer akan berpengaruh
terhapad hasil perhitungan. Jika tekanan yang diberikan semakin besar maka akan
banyak zat yang keluar dari piknometer. Semakin banyak zat yang
tumpah maka akan membuat penyimpanagn semakin besar. Kesalahan yang
dilakukan praktikan seperti tidak sengaja memegang piknometer.
6. Kebersihan
Piknometer yang terlalu banyak dipegang
dengan tangan akan
meningggalkan residu seperti lemak menempel, sebaiknya
piknometer dipegang dengan tissue.
BAB V
KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan
ini didapatkan hasil :
- Volume
piknometer pada suhu percobaan adalah 24,8288 mL
- Kerapatan
dan berat jenis zat cair
· Etanol 70%
ρ Alkohol 70%
= 0,8997
gram/mL
BJ = 0,9034
· Aseton
ρ Aseton
= 0,7874 gram/mL
BJ = 0, 7905
· Air
es
ρ air es = 0,9992
gram/mL
BJ= 1,0032
Terdapat
penyimpangan hasil dalam percobaan ini. Faktor-Faktor yang dapat menyebabkan penyimpangan yaitu:
1. Adanya
kontaminan
2. Kemurnian
zat
3. Suhu
4. Proses
penyimpangan
5. Cara
pengerjaan (tekanan yang diberikan saat pemasangan termometer)
6. Kebersihan
DAFTAR PUSTAKA
Depkes
RI. 1995.Farmakope Indonesia edisiIV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
: Jakarta.
Martin,
A. 1990. Farmasi Fisika. Indonesia University Press : Jakarta
Lachman, L., dkk., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Edisi
III,diterjemahkan
oleh Siti suyatmi, UI Press, Jakarta
http://katarinaarianti24.blogspot.co.id/2014/12/laporan-praktikum-fisika-farmasi.html (diakses pada 30 November 2016)
Langganan:
Postingan (Atom)